Saturday, January 8, 2011

perkahwinan paksa dalam islam

 

 

1) Bagaimanakah status hukum yang sebenarnya menurut Islam, apabila ada seorang wanita, apakah dia gadis atau janda sama saja hukumnya tidak ada perbedaannya, yang telah dinikahkan secara paksa oleh bapaknya atau walinya,padahal dia tidak menyukai laki laki pilihan bapaknya itu, sedangkan dia
misalnya telah menyukai laki laki lain yang telah menjadi pilihannya dan dia
sangat menyukainya?


Jawapannya adalah: Wanita itu segera mendatangi Sulthan atau penguasa atau wakilnya seperti Hakim atau Qadhi, kalau di negeri kita ini mendatangi KUA(kantor urusan agama). Kemudian Hakim atau Qadhi memberikan hak mutlak kepadanya untuk menentukan dan menetapkan pilihannya sebagaimana Nabi yang mulia dan sangat kasih shallallahu'alaihi wa sallam telah memberikan hak mutlak kepada wanita yang mengalami kejadian seperti ini. Kemudian dia memilih, apakah dia akan melanjutkan pernikahannya atau tidak? Kalau jawapannya tidak, maka Hakim atau Qadhi segera membatalkan pernikahannya sebagaimana Nabi shallallahu'alaihi wa sallam telah membatalkan pernikahan Khansaa'. Karena dia telah dinikahkan oleh bapaknya dengan laki laki yang dia tidak menyukainya.Padahal dia telah menyukai dan mencintai Abu Lubabah.

Kemudian Nabi yang mulia shallallahu'alaihi wa sallam setelah membatalkan pernikahan Khansaa' beliau memerintahkan kepada orang tua Khansaa' agar mempertemukan Khansaa' (yakni menikahkannya) dengan orang yang dia cintai iaitu Abu Lubabah. Akhirnya menikahlah Khansaa' dengan Abu Lubabah dan bahagialah mereka. (Abdul Hakim bin Amir Abdat, Al Masaail, Jilid 7, Darus Sunnah, hal. 184-185).

2) Pandangan Islam Terhadap Kawin Paksa

Islam memberikan kesamaan hak terhadap laki-laki dan perempuan dalam memilih pendamping hidup masing-masing, dan islam tidak pernah memberikan power berupa hak maupun kewajiban kepada orang tua untuk memaksa anaknya dalam menikah, melainkan islam memberikan suatu peran bagi orang tua dalam berlakon sebagai penasehat, pemberi arahan dan petunjuk dalam masalah memilih calon pasangan anaknya dan tidak berhak orang tua memaksa anaknya baik laki-laki maupun perempuan untuk menikah dengan orang yang tidak mereka ingini atau bukan pilihan mereka.

Nikah adalah keistimewaan dan masalah pribadi setiap orang, sehingga pemaksaan orang tua atau salah satu orang tua terhadap anaknya untuk nikah dengan orang yang tidak diinginkannya hukumnya adalah haram secara Syar’i, karena itu merupakan perbuatan dzalim dan melanggar hak-hak orang lain. Wanita dalam islam mempunyai kebebasan mutlak dalam menerima atau menolak orang yang datang mempersuntingnya sehingga orang tua tidak mempunyai hak apalagi kewajiban dalam memaksanya karena kehidupan berumah-tangga tidak akan berjalan mulus bahkan akan merusak pernikahan apabila pernikahan tersebut didasari oleh paksaan dan kepura-puraan.

Telah banyak dalil-dalil dan fakta-fakta yang menunjukkan pengharamannya dalam islam yang mana telah dijelaskan oleh Rasulullah SAW baik secara Qawli maupun Fi’ly sebagai bantahan terhadap aturan-aturan yang ada pada zaman jahiliah berupa diskriminasi terhadap wanita dalam masalah pernikahan, sehingga Rasulullah menetapkan suatu ketetapan hukum tentang keberadaan hak seorang wanita dalam menentukan pasangan hidupnya, serta membatalkan hukum suatu perkawinan yang dilandasi oleh pemaksaan dan keterpaksaan meskipun yang memaksa dalam hal ini adalah seorang ayah. Hal ini juga menunjukkan penyalahan terhadap adat istiadat orang-orang arab pada saat itu, sebagai ujian bagi mereka dalam menerima syariat islam yang sangat memuliakan wanita dan menjunjung tinggi hak-hak wanita dalam memilih pasangannya. Sebagaimana dalam hadits-hadits di bawah ini:

a. Dalam musnad Ahmad jilid 2 hal:434 dan juga dalam Shahih Bukhari jilid 5 Hal:1974 dan dalam Shahih Muslim jilid 2 Hal:1036, Rasulullah SAW bersabda:”Janganlah mengawinkan anak wanita (perawan) sehingga kamu meminta izin dan mendapat persetujuan darinya, sahabat bertanya : bagaimanakah tanda setujuanya, Rasul menjawab:”diamnya” adalah setujunya.

b. Dalam musnad Ahmad, jilid 1, Hal:117 dan Sunan Abi Daud jilid 2,Hal:232 dan Sunan Ibnu Majah jilid 1,Hal:603. Diriwayatkan bahwa seorang wanita telah datang mengadu kepada Rasulullah SAW akan perihal ayahnya yang memaksanya kawin dengan orang yang tidak diinginkannya. Maka Rasul menjawab La Nikaha Lahu”.

c. Dalam Al Kubra diriwatkan oleh Nasai bahwa seorang ayah telah memaksa anaknya untuk menikah, hal tersebut diadukan kepada Rasulullah SAW, maka Rasul menjawab La Nikaha Lahu Inkihi Ma Syi’ta, tidak sah nikahnya, kawinilah yang kamu kehendaki.

d. Dalam I’lam Al Muqiin oleh Ibnu Qayyim jilid 4, Hal:260-261. Seorang wanita telah mengadu kepada Rasulullah tentang ayahnya yang memaksanya untuk menikah dengan orang yang tidak diinginkannya. Maka Rasulullah menghampiri ayahnya dan menyuruhnya untuk meminta izin dan persetujuan dari sang anak.

Islam sangat memperhatikan masalah memilih pasang suami dan istri yang pada hakekatnya adalah memperhatikan dasar-dasar terbentuknya suatu keluarga yang sakinah, dimana dumulai dengan pertemuan antara laki-laki dan perempuan yang mempunyai keinginan dan untuk mewujudkannya haruslah dibutuhkan pengertian antara keduanya.

No comments:

Post a Comment